4.29.2009

Garam dan Telaga

.
0 komentar

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia.

Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. "Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..". ujar Pak tua itu. "Asin. Asin sekali", jawab sang tamu, sambil meludah kesamping. Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu.

Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. "Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah. Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi. "Bagaimana rasanya?".

"Segar,". sahut tamunya. "Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?", tanya Pak Tua lagi. 'Tidak", jawab si anak muda.
Dengan bijak. Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung Si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. "Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.

Tapi kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup. Hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu."

Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. "Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan."

Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan "segenggam garam", untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.

selanjutnya... »»

The Purpose Driven Life (Kehidupan yang digerakkan oleh Tujuan) (Part7)

.
0 komentar

Kehidupan dibumi adalah suatu penugasan sementara.Alkitab penuh dengan metafora yang mengajarkan tentang sifat kehidupan di muka bumi, yaout bersifat singkat, semnetar, dan fana. Kehidupan digambarkan seperti kabut, pelari cepat, nafas, dan segumpal awan. Alkitab berkatan,”Sebab kita, anak-anak kemarin…hari-hari kita seperti baying-bayang di bumi.

Untuk memanfaatkan kehidupan Anda secara maksimal, Anda jangan pernah melupakan dua kebenaran: Pertama, dibandingkan dengan kekekalan, kehidupan amatlah singkat. Kedua, bumi hanyalah tempat kediaman sementara. Anda tidak akan lama berada disini, jadi jangan terlalu terikat pada bumi. Mintalah agara Allah membantu Anda melihat kehidupan di bumi sebagaimana Dia melihatnya. Daud berdoa, “TUH AN, tolong aku untuk menyadari betap singkatnya hidup didunia ini! Tolong aku untuk mengetahui bahwa waktuku di sini hampir habis!”

Berulang-ulang Alkitab membandingkan kehidupan di bumi dengan kehidupan sementara di sebuah negeri asing. Bumi bukanlah rumah tetap atau tujuna akhir kehidupan Anda. Anda hanya lewat, hanya berkunjung ke bumi. Alkitab menggunakan istilah-istilah seperti orang asing, peziarah, pendatang, pengunjung, dan musafir untuk menggambarkan kediaman kita yang singakt di bumi. Daud berkata, “Aku ini orang asing di dunia” dan Petrus menjelaskan ,,”Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa,…maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang dibumi.”

Di Kalifornia, banyak orang pindah dari bagian lain didunia untuk bekerja disini, tetapi mereka mempertahankan kewarganegaraan semula mereka. Mereka iwajibkan untuk memb awa kartu pendaftaran pengunjung (disebut “green card”), yang memungkinkan mereka bekerja di sini sekalipun mereka bukan warga negara. Orang-orang Kristen seharusnya membawa green card rohani untuk mengingatkan kita bahwa kewarganegaraan kita adalah di surge. Allah berkata bahwa anak-anakNya harus berpikir tentang kehidupan secara berbeda dengan orang-orang yang tidak percaya.”Yang mereka pikirkan hanyalah kehidupan didunia ini. Padahal tanah air kita ialah surga, yaitu bersama dengan Juruselamat kita Tuhan Yesus Kristus.” Orang-orang percaya sejati memahami bahwa kehidupan memiliki nilai jauh lebih besar daripada sekedar beberapa tahun hidup kita di planet ini.
Indetitas Anda ada di dalam kekekalan, dan tanah air Anda adalah surga. Bila Anda memahami kebenaran ini, Anda akan berhenti cemas memikirkan soal “memiliki semuanya” di bumi. Allah berbicara dengan sangat jelas tentang bahayanya jika kita hidup demi waktu sekarang dan jika kita memiliki nilai-nilai , prioritas-prioritas, dan gaya hidup di sekeliling kita. Bila kita bermain-main dengan pencobaan-pencobaan di dunia ini, Allah menyebutnya perzinahan rohani. Alkitab berkata,”Kamu tidak setia kepada Allah. Jika kamu hanya mau mengikuti kehendakmu sendiri, bermain-main dengan dunia setiao ada kesempatan, maka kamu akhirnya menjadi musuh Allah dan orang yang melawan kehendak-Nya.

Bayangkan jika Anda diminta untuk oleh negara untuk menjadi duta besar di negara musuh. Anda mungkin harus belajar bahasa baru dan menyesuaikan diri dengan beberapa kebiasaan dan perbedaan budaya agar bisa berlaku sopan dan bisa menyelesaikan misi Anda. Sebagai seorang duta besar, Anda tidak akan mampu mengisolasi diri dari musuh. Untuk menyelesaikan misi Anda, Anda tentu harus memiliki kontak dan berhubungan dengan mereka.

Tetapi seandainya Anda menjadi begitu nyaman dengan negara asing ini sehingga Anda jatuh cinta kepadanya, dan lebih menyukai ketimbang tanah air Anda. Kesetiaan dan komitmen Anda akan berubah. Peran Anda sebagai seorang duta besar akan membahayakan. Bukannya mewakili negara asal Anda, Anda akan mulai bertindak seperti musuh. Anda akan menjadi pengkhianat.

Alkitab berkata, “Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus.” Yang menyedihkan, banyak orang Kristen telah mengkhianati Raja mereka dan kerajaan-Nya. Mereka dengan bodohnya menyimpulkan bahwa karena mereka hidup di bumi, maka bumilah rumah mereka. Padahal bukan. Alkitab dengan jelas berkata: “Saudara-saudara, dunia ini bukanlah rumahmu, karena itu jangan membuat dirimu betah di dalamnya. Jangan menurutkan keinginanmu sendiri dengan mengorbankan nyawamu.” Allah memperingatkan kita untuk kita tidak terlalu terikat pada apa yang ada di sekeliling kita karena itu bersifat sementara. Kita diberi tahu,”Pendeknya orang-orang yang mempergunakan barang-barang duniawi seolah-olah sama sekali tidak mempergunakannya. Sebab dunia yang kita kenal sekarang akan berlalu

Dibandingkan dengan abad-abad sebelumnya, kehidupan sekarang paling enak bagi sebagian besar dunia barat. Kita terus-menerus dihibur, disenangkan, dan dipuaskan. Dengan segala pertunjukkan menawan, media yang menarik perhatian, dan pengalaman-pengalaman yang nikmat yang tersedia sekarang, mudah bagi kita untuk melupakan bahwa pengejaran kebahagiaan bukanlah tujuan kehidupan. Hanya jika kita ingat bahwa kehidupan adalah suatu ujian, suatu kepercayaan, dan suatu penugasan sementara, barulah pesona dari hal-hal tersebut kehilangan kekuasaannya atas kehidupan kita. Kita sedang bersiap-siap untuk menghadapi sesuatu yang lebih baik.”Hal-hal yang kita lihat sekarang, hari ini ada, esok sudah lenyap. Tetapi hal-hal yang tidak dapat kita lihat sekarang aka nada selamanya.”

Fakta bahwa bumi bukanlah rumah terakhir kita memperjelas mengapa, sebagai pengikut-pengikut Yesus, kita mengalami kesulitan, penderita dan penolakan di dalam dunia ini. Hal tersebut juga menjelaskan mengapa beberapa janji Allah tampaknya tidak digenapi , beberapa doa tampaknya tidak dijawab, dan beberapa keadaan tampaknya tidak adil. Ini bukanlah akhir kisah

Untuk menjaga agar kita tidak menjadi terlalu terikat dengan dunia, Allah membiarkan kita merasakan cukup banyak kesedihan dam ketidakpuasan di dalam kehidupan, yakni keinginan-keinginan yang tidak pernah akan terpenuhi di sisi ini dari kekekalan. Kita tidak benar-benar bahagia disini karena seharusnya memang tidak! Bumi bukanlah rumah terakhir kita; kita diciptakan untuk sesuatu yang jauh lebih baik.

Seekor ikan tidak pernah bahagia hidup di daratan, karena ikan dijadikan untuk air. Seekor elang tidak pernah merasa puas jika hewan itu tidak diperbolehkan terbang. Anda tidak akan pernah benar-benar puas di bumi, karena Anda dijadikan untuk sesuatu yang lebih dari itu. Anda akan memiliki saat-saat bahagia disini, tetapi tidak akan sebanding dengan apa yang Allah telah rencanakan bagi Anda.

Menyadari bahwa kehidupan di bumi adalah suatu penugasan sementara, seharusnya mengubah nilai-nilai Nda secara radikal. Nilai-nilai kekal dan bukan nilai-nilai sementara, yang seharusnya menjadi factor-faktor penentu bagi keputusan-keputusan Anda. Alkitab berkata,”Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.

Mengira bahwa tujuan Allah bagi kehidupan Anda adalah kekayaan materi atau keberhasilan popular sebagaimana yang didefinisikan oleh dunia adalah salah besar. Kehidupan yang berkelimpahan tidak ada kaitannya dengan kelimpahan materi, dan kesetiaan kepada Allah tidak menjamin keberhasilan dalam karier atau bahkan pelayanan. Jangan perna memusatkan perhatian pada mahkota-mahkota yan sementara.

Paulus setia, tetapi dia berakhir di penjara. Yohanes pembaptis setia, tetapi dia dipenggal. Jutaan orang setia mati sebagai martir, kehilangan segalanya, atau mencapai ajal tanpa ada hasil apapun. Tetapi akhir kehidupan bukanlah akhirnya!

Bagi Allah, pahlawan-pahlawan iman yang paling besar bukanlah orang-orang yang mencapai kemakmuran, keberhasilan, dan kuasa di dalam kehidupan ini, melainkan orang-orang yang memperlakukan kehidupan ini sebagai suatu penugasan sementara dan melayani dengan setia, sambil mengharapkan upah yang dijanjikan kepada mereka di dalam kekekalan. Alkitab mengatakan tentang Ruang Kemasyhuran Allah:” Semua orang itu tetap beriman sampai mati. Mereka tidak menerima hal-hal yang dijanjikan oleh Allah, tetapi hanya melihat dan menyambutnya dari jauh. Dan dengan itu mereka menyatakan bahwa mereka hanyalah orang asing dan perantau di bumi ini…mereka merindukan sebuah negeri yang lebih baik, yaitu negeri yang disurga. Itulah sebabnya Allah tidak malu kalau mereka menyebut Dia Allah mereka.” Masa hidup anda dibumi bukanlah kisah lengkap kehidupan Anda. Anda harus menanti sampai surga baru bisa melihat sisa bab-bab itu. Dibutuhkan iman untuk hidup di bumi sebagai orang asing.

Sebuah kisah lama sering diceritakan ulang mengenai seorang misionaris yang pensiuan dan pulang ke Amerika sekapal dengan presiden Amerika Serikat. Kerumunan orang yang bersorak-sorai , band militer, karpet merah, bendera-bendera, dan media menyambut pulangnya presiden mereka, tetapi sang misionaris pergi diam-diam dari kapal tersebut tanpa diperhatikan. Dengan perasaan kasihan pada diri sendiri dan marah, di mulai mengeluh kepada Allah. Kemudian Allah dengan lembut mengingatkannya,”Tetapi anak-Ku kau belum pulang.”

Sebelum dua detik berada di surga Anda sudah akan berseru,”Mengapa aku mementingkan hal-hal yang bersifat begitu sementara? Apa yang sedang aku pikirkan ? Mengapa aku menyia-nyiakan begitu banyak waktu, tenaga, dan perhatian pada apa yang tidak akan bertahan untuk selamanya?”

Ketika kehidupan menjadi sulit, ketika Anda diliputi oleh keraguan, atau ketika Anda bertanya-tanya dalam hati apakah hidup bagi Kristus layak diperjuangkan, ingatlah bahwa Anda belum pulang. Saat kematian, Anda bukan meninggalkan rumah, Anda justru pulang.

Pokok untuk direnungkan:Dunia ini bukan rumah saya.

Ayat untuk diingat: 2 Korintus 4:18

Pertanyaan untuk dipikirkan: Bagaimana fakta bahwa kehidupan dibumi hanyalah suatu penugasan sementara bisa mengubah cara hidup saya sekarang?

selanjutnya... »»

4.22.2009

Batu besar

.
8 komentar

Suatu hari seorang dosen sedang memberi kuliah tentang manajemen waktu pada para mahasiswa MBA. Dengan penuh semangat ia berdiri depan kelas dan berkata, "Okay, sekarang waktunya untuk quiz." Kemudian ia mengeluarkan sebuah ember kosong dan meletakkannya di meja. Kemudian ia mengisi ember tersebut dengan batu sebesar sekepalan tangan. Ia mengisi terus hingga tidak ada lagi batu yang cukup untuk dimasukkan ke dalam ember. Ia bertanyapada kelas, "Menurut kalian, apakah ember ini telah penuh?"

Semua mahasiswa serentak berkata, ”Iya!"

Dosen bertanya kembali, "Sungguhkah demikian?" Kemudian, dari dalam meja ia mengeluarkan sekantung kerikil kecil. Ia menuangkan kerikil-kerikil itu ke dalam ember lalu mengocok-ngocok ember itu sehingga kerikil-kerikil itu turun ke bawah mengisi celah-celah kosong di antara batu-batu. Kemudian, sekali lagi ia bertanya pada kelas, "Nah, apakah sekarang ember ini sudah penuh?

Kali ini para mahasiswa terdiam. Seseorang menjawab," Mungkin tidak."

"Bagus sekali," sahut dosen. Kemudian ia mengeluarkan sekantung pasir dan menuangkannya ke dalam ember. Pasir itu berjatuhan mengisi celah-celah kosong antara batu dan kerikil. Sekali lagi, ia bertanya pada kelas."Baiklah, apakah sekarang ember ini sudah penuh?

"Belum!" sahut seluruh kelas.
Sekali lagi ia berkata, "Bagus. Bagus sekali." Kemudian ia meraih sebotol air dan mulai menuangkan airnya ke dalam ember sampai ke bibir ember. Lalu ia menoleh ke kelas dan bertanya,
”Tahukah kalian apa maksud illustrasi ini?"

Seorang mahasiswa dengan semangat mengacungkan jari dan berkata,"Maksudnya adalah, tak peduli seberapa padat jadwal kita, bila kita mau berusaha sekuat tenaga maka pasti kita bisa mengerjakannya."

"Oh, bukan," sahut dosen. "Bukan itu maksudnya. Kenyataan dari ilustrasi mengajarkan pada kita bahwa:bila anda tidak memasukkan "batu besar"terlebih dahulu, maka anda tidak akan bisa memasukkan semuanya."

Apa yang dimaksud dengan "batu besar" dalam hidup anda adalah hal-hal yang penting dalam hidup anda .
Ingatlah untuk selalu memasukkan "Batu Besar" pertama kali atau anda akan kehilangan semuanya. Bila anda mengisinya dengan hal-hal kecil (semacam kerikil dan pasir) maka hidup anda akan penuh dengan hal-hal kecil yang merisaukan dan ini semestinya tidak perlu. Karena dengan demikian anda tidak akan pernah memiliki waktu yang sesungguhnya anda perlukan untuk hal-hal besar dan penting.

Oleh karena itu, setiap pagi atau malam, ketika akan merenungkan cerita pendek ini, tanyalah pada diri anda sendiri: "Apakah "Batu Besar" dalam hidup saya?" Lalu kerjakan itu pertama kali."

selanjutnya... »»
 

My Blog List

Followers